Jumat, 06 Oktober 2017

Makalah Analisis Subjek Klasifikasi

BAB I
PENDAHULUAN


BAB II
ISI

A.    ANALISIS SUBJEK

Pengindeksan subjek menghasilkan deskripsi index (index description) yang merupakan deskripsi ringkas mengenai isi dokumen. Masalah pertama dalam pengindeksan subjek adalah menetapkan isi dokumen, yang didasarkan pada analisis subjek (subject analysis). Semua tahap dalam pengindeksan subjek selanjutnya dipengaruhi oleh analisis/proses. Oleh karena itu anlisis tersebut harus dikerjakan secara akurat dan taat asas (konsistensi).
 Analisis subjek yang diperlukan dalam pengindeksan adalah analisis subjek sebagaimana subjek tersebut diungkapkan dalam dokumen (literary warrant). Misalnya, bidang pengetahuan geografi. Analisis bidang pengetahuan geografi yang meliputi sifat, struktur, metodologi, dan hubungannya dengan bidang pengetahuan lainnya seperti ekonomi, geologi, biologi, dan sejarah, merupakan latar belakang pengetahuan yang diperlukan dalam pengindeksan.
Seorang pengindeks harus dapat memperkirakan kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Oleh karena itu, dalam analisis subjek, pengindeks memilih dan menggunakan kata-kata untuk subjek tersebut sebagaimana subjek itu dinyatakan dan diminta oleh para pengguna/pencari informasi dikemudian hari.[1]
Ada dua ciri dalam pengindeksan subjek:
1.      Ketuntasan
Tujuan pengindeksan tuntas adalah mengeluarkan dalam deskripsi indeks semua konsep utama yang dicakup dalam suatu dokumen misalnya, buku teks mengenai “antropologi sosial”, maka dalam kebijaksanaan pengindeksan tuntas, pengindeks memilih semua konsep utama yang tercakup oleh dokumen/buku tersebut. Konsep-konsep seperti struktur sosial, kekerabatan, pernikahan, dan sebagainya akan ditunjukan dalam analisis subjek untuk buku tersebut.[2]

1
 


2.      Kekhususan
Konsep-konsep yang dikeluarkan dalam analisis subjek memiliki derajat kekhususan (specificity). Istilah genus/species digunakan dalam pengindeksan untuk mengenali hubungan yang terdapat diantara benda dengan jenis-jenis benda itu. Misalnya “Perpustakaan” merupakan genus sedangkan speciesnya adalah perpustakaan umum, perpustakaan perguruan tinggi. Dengan demikian genus/species hanya menunjukkan hubungan antara benda dengan jenisnya. Istilah kekhususan digunakan dalam pengindeksan untuk menyatakan peringkat generik suatu konsep.[3]

Kegiatan analisis subyek memerlukan kemampuan yang memadai, sebab di sinilah pengindeks dituntut kemampuannya untuk menentukan subyek yang terdapat dalam bahan pustaka yang diolah.
Kegiatan analisis subyek ini merupakan kegiatan yang sangat penting dan memerlukan kemampuan intelektual, karena di sinilah ditentukan pada subyek apa suatu bahan pustaka ditempatkan atau menetapkan isi bahan pustaka.[4]
Subyek adalah topik yang merupakan kandungan informasi (content) dalam buku, pita video, dan bentuk rekaman lainnya yang terdapat pada koleksi perpustakaan. Sedangkan tajuk subjek adalah kata (-kata) yang digunakan dalam katalog perpustakaan untuk meringkas kandungan informasi tersebut. Istilah tajuk subyek dapat juga diartikan sebagai suatu istilah atau kosa kata yang terkendali dan berstruktur untuk menyatakan suatu konsep subyek bahan pustaka.
Sebagai kosa kata atau frase, karena tidak selalu terdiri atas satu suku kata, melainkan dapat berbentuk dua atau lebih suku kata, tetapi bukan suatu kalimat. Dikatakan terkendali karena diarahkan untuk menggunakan istilah yang tetap untuk menyatakan konsep yang sama, meskipun banyak istilah padanannya. Sedangkan berstruktur karena ada kaitan antara tajuk yang satu dengan tajuk yang lain, sesuai dengan struktur ilmu dan pengetahuan. Tajuk subjek biasanya dicantumkan pada bagian awal entri katalog yang disusun dalam katalog subyek berabjad, baik dalam katalog bentuk kartu, bentuk buku, bentuk mikro, maupun OPAC (Online Public Access Katalog). [5]
           
2
 


Ada tiga hal mendasar perlu dikenali pengindeks dalam menganalisis subjek yakni jenis konsep dan jenis subjek. Berikut penjelasannya :
1.      Jenis Konsep
Dalam satu bahan pustaka dapat dibedakan tiga jenis konsep yaitu:
a.       Disiplin Ilmu, yaitu istilah yang digunakan untuk satu bidang atau cabang ilm pengetahuan. Disiplin ilmu dapat dibedakan menjadi 2 kategori:
1.      Disiplin Fundamental. Namun, ada tiga kelompok disiplin fundamental  yang diakui dewasa ini oleh banyak ahli, yaitu: ilmu-ilmu sosial, ilmu-ilmu pengetahuan alam, dan ilmu-ilmu kemanusiaan.[6] Menurut guru Profesor Hirst, Guru besar pendidikan pada Universitas Cambridge di Inggris, ada 7 bentuk pengetahuan (froms of knowledge) yang merupakan disiplin fundamental, yaitu Matematika, Ilmu-Ilmu alam, Ilmu Kemanusian, Sejarah, Pengetahuan Moral, Kesenian, Agama dan Filsafat.[7]
2.      Sub disiplin, merupakan bidang spesial dalam satu disiplin fundamental.
Misalnya dalam disiplin ilmu fundamental alam, sub disiplinnya terdiri atas fisika,kimia, biologi, dsb. Jumlah subdisiplin lebih banyak daripada jumlah disiplin fundamental.
b.      Fenomena (topik yang dibahas), merupakan wujud/benda yang menjadi objek kajian dari disiplin ilmu. Misalnya pendidikan remaja. “Pendidikan” merupakan konsep disiplin ilmu, sedangkan “remaja” adalah fenomena yang menjadi objek atau sasarannya. Objek atau sasaran yang menjadi fenomena dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : Pertama Objek Konkrit, misalnya : Remaja , padi, kendaraan; Kedua Objek Abstrak,seperti : hukum, moral, cinta. Dalam kajian disiplin ilmu tertentu terkadang hanya melibatkan sekelompok fenomena yang memiliki ciri bersama, atau bahkan sebaliknya, melibatkan beberapa kelompok fenomena yang memiliki ciri yang sama. Sekelompok fenomena yang dikaji oleh disiplin ilmu tertentu dan memiliki satu ciri bersama tersebut disebut faset, anggota faset disebut fokus. Contoh bidang ilmu pendidikan Universitas, Sekolah Tinggi, Akademi, sekolah dasar, sekolah menengah, dsb. Ciri pembagian– lembaga pendidikan= faset lembaga pendidikan.[8]
3
 



c.       Bentuk, ialah cara bagaimana suatu subyek dIsajikan. Dibedakan menjadi 3 jenis:
1.      Bentuk Fisik, yakni medium atau sarana yang digunakan dalam menyajikan suatu subyek. Misalnya dalam bentuk buku, majalah, pita rekaman, CD dsb.
2.      Bentuk Penyajian, yang menunjukkan pengaturan atau organisasi isi bahan pustaka. Ada tiga bentuk penyajian, yaitu: (1) Menggunakan lambang-lambang dalam penyajiannya seperti bahasa, gambar, dll. ; (2) Memperhatikan tata susunan tertentu misalnya abjad, kronologis, sistematis, dsb. ; (3) Menyajikannya untuk kelompok tertentu, misalnya bahasa Inggris untuk pemula, Psikologi untuk ibu rumah tangga.
3.      Bentuk intelektual, yaitu aspek yang ditekankan dalam pembahasan suatu subyek. Misalnya “Filsafat Sejarah” disini yang menjadi subyeknya adalah sejarah sedangkan filsafat adalah bentuk intelektual.[9]
2.      Jenis Subjek
Dalam kegiatan analisis subyek dokumen terdapat dalam bermacam-macam jenis subyek. Secara umum digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu:
a.       Subyek Dasar, yaitu subyek yang hanya terdiri dari satu disiplin ilmu atau sub disiplin ilmu saja. Misalnya: “Pengantar Ekonomi”, yaitu menjadi subyek dasaranya “Ekonomi”.
b.      Subyek Sederhana, yaitu subyek yang hanya terdiri dari satu faset yang berasal dari satu subyek dasar (Faset ialah sub kelompok klas yang terjadi disebabkan oleh satu ciri  pembagian. Tiap bidang ilmu mempunyai faset yang khas sedangkan fokus ialah  anggota dari satu faset). Misalnya “Pengantar ekonomi Pancasila” terdiri dari “subyek dasar ekonomi” dan faset “Pancasila”.
c.       Subyek Majemuk, yaitu subyek yang teridiri dari subyek dasar disertai fokus dari dua  atau lebih fasaet.  Misalnya: “Hukum adat di Indonesia”. Subyek dasarnya yaitu “Hukum” dan dua fasetnya yaitu” Hukum Adat” (faset jenis) dan “Indonesia” (faset tempat).


4
 


d.      Subyek Kompleks, yaitu subyek yang terdiri dari dua atau lebih subyek dasar dan saling  berinteraksi antara satu sama lain. Misalnya “Pengaruh agama Hindu terhadap agama Islam”. Disini terdapat dua subyek dasar yaitu “Agama Hindu” dan Agama Islam”.[10]
Untuk menentukan subyek yang diutamakan dalam subyek kompleks terdapat 4 (empat)  fase, yaitu: (1) Fase Bias, yaitu suatu subyek yang disajikan untuk kelompok tertentu. Dalam hal ini subyek yang diutamakan ialah subyek yang disajikan. Misalnya “Statistik untuk wartawan” subyek yang diutamakan ialah “Statistik” bukan “wartawan”. ; (2) Fase Pengaruh, yaitu bila dua atau lebih subyek dasar saling mempengaruhi antara satu sama lain. Dalam hal ini subyek yang diutamakan adalah subyek yang dipengaruhi. Misalnya “pengaruh Abu Merapi terhadap Pertanian di D.I Yogyakarta”. Disini subyek yang diutamakan ialah “Pertanian” bukan “Abu Merapi”. (3) Fase Alat, yaitu subyek yang digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau membahas subyek lain. Disini subyek yang diutamakan ialah subyek yang dibahas atau dijelaskan. ; Misalnya: “Penggunaan alat kimia dalam analisis darah”. Disini yang diutamakan adalah “Darah” bukan “Kimia”. ; (4) Fase Perbandingan, yaitu dalam satu dokumen/bahan pustaka terdapat berbagai subyek tanpa ada hubungannya antara satu sama lain. Untuk menentukan subyek mana yang akan diutamakan, ketentuannya sebagai berikut:
a.       Pada subyek yang dibahas lebih banyak. Misalnya: “Islam dan Ilmu Pengetahuan”. Jika Islam lebih banyak dibahas, utamakan subyek “Islam” dan sebaliknya.
b.      Pada subyek yang disebut pertama kali.Misalnya “Perpustakaan dan Masyarakat” ditetapkan pada subyek “Perpustakaan”
c.       Pada subyek yang erat kaitannya dengan jenis perpustakaan atau pemakai perpustakaan.
Misalnya “Hukum dan Kedokteran”. Di Fakultas Hukum akan ditetapkan subyek “Hukum” dan bila di perpustakaan kedokteran akan ditempatkan dalam subyek “Kedokteran”.[11]




5
 


3.      Urutan Sitasi
Agar diperoleh suatu urutan yang baku dan taat azas/konsistensi dalam penentuan subyek dan (nomor kelas) maka Ranganathan menggunakan konsep yang dikenal “Urutan Sitasi”. Menurutnya ada 5 (lima) faset yang mendasar yang dikenal dengan akronim P-M-E-S-T, yakni::
P - Personality (Wujud)
M - Matter (Benda)
E - Energy (Kegiatan)
S - Space (Tempat)
T - Time (Waktu)
Contoh:
“Konstruksi Jembatan Beton Tahun 20-an di Indonesia”.
Jembatan - Personality (P)
Beton - Matter (M)
Konstruksi - Energy (E)
Indonesia - Space (S)
Tahun 20-an - Time (T)



[1] Beliing Siregar, 2014. Modul “Pengindeksan Subjek”, Medan:  Program Studi Ilmu perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, h. 31.
[2]  Ibid, h.32.
[3] Ibid, h.33.
[4] Miswan.  Klasifikasi dan Katologisasi : Sebuah Pengantar. Hlm 4
[5]Hetti Gultom,  Analisis Subjek  Bahan Pustaka. Universitas Sumatera Utara. Hlm 3
[6] Darwis Sembiring, 2014. “Pengolahan Bahan Pustaka”, Bandung: Yrama Widyaa, h. 43.
[7] Beliing Siregar,  h. 36.
[8]Mufid.  Katalogisasi dan Analisis Subjek Bahan Pustaka.  Hlm.12
[9]Hetti Gultum, ibid. hlm. 3-4
[10] Hetti Gultum, ibid. hlm. 3-5
[11] Hetti Gultum, ibid. hlm. 5

Tidak ada komentar:

Pola Prilaku Kebutuhan Informasi

Pola Prilaku kebutuhan Informasi Mahasiswi penghuni asrama Universitas Medan Area Lantai 5 Wilantika Ramadhani Penghuni Asrama Put...